MAKALAH
PELANGGARAN ETIKA PROFESI AKUNTANSI
TUGAS
SOFTSKILL
KASUS
BANK LIPPO Tbk
NAMA
KELOMPOK
1. Andiko Wijaya (20212795)
2. Deni Aulia (21212826)
3. Indra Mulya Cipta (23212701)
4. Randy Revanda Simatupang (26212007)
5. Uthary Maladhika (27212533)
DAFTAR
ISI Halaman
HALAMAN
JUDUL ……………………………………........................ i
KATA
PENGANTAR …………………………………………………. ii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………iii
BAB
I PENDAHULUAN ………………………………………………… 1
BAB II LANDASAN
TEORI ....................................................................... 2
2.1 Pengertian
Etika Profesi Akuntansi ..…………………………… 3
2.2 Prinsip-prinsip
Etika Profesi Akuntansi ………………….............. 4
2.3 Basis
Teori Etika ……………………………………………...… 5
2.4 Egoisme ……………………………………………………..…… 6
BAB III OBJEK
PEMBAHASAN ………………………………………….7
BAB IV PEMBAHASAN DAN
ANALISIS ………………………….…....8
4.1
Saham …………………………………………………………...9
4.2 Bank
Lippo Menyokong Dana Kampanye Bill Clinton ………...9
4.3 Pelanggaran Hukum Oleh Bank Lippo
…………………………………10
4.4
Penjelasan Dari Pihak Bank Lippo ……………..………………12
4.5
Putusan Atas Kasus Laporan Ganda Bank Lippo ………………13
BAB V PENUTUP …………………………………………………………14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………15
BAB
1
PENDAHULUAN
Akuntan
publik dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, memperoleh kepercayaan dari
klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan
keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Profesi akuntan publik akan
selalu berhadapan dengan dilema yang mengakibatkan seorang akuntan publik
berada pada dua pilihan yang bertentangan. Seorang akuntan publik akan
mengalami suatu dilema ketika tidak terjadi kesepakatan dengan klien mengenai
beberapa aspek dan tujuan pemeriksaan. Apabila akuntan publik memenuhi tuntutan
klien berarti akan melanggar standar pemeriksaan, etika profesi dan komitmen
akuntan publik tersebut terhadap profesinya, tetapi apabila tidak memenuhi
tuntutan klien maka dikhawatirkan akan berakibat pada penghentian penugasan
oleh klien. Kode etik akuntan indonesia dalam pasal 1 ayat (2) adalah berisi
tentang setiap anggota harus mempertahankan integritas dan objektifitas dalam
melaksanakan tugasnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan.
Kurangnya
kesadaran etika akuntan publik dan maraknya manipulasi akuntansi korporat
membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan auditan mulai menurun,
sehingga para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur
mempertanyakan eksistensi akuntan publik sebagai pihak independen.
Krisis
moral dalam dunia bisnis yang mengemuka akhir-akhir ini adalah kasus Kimia
Farma dan Bank Lippo, dengan melibatkan kantor-kantor akuntan publik yang
selama ini diyakini memiliki kualitas audit tinggi. Kasus Kimia Farma dan Bank
Lippo juga berawal dari terdeteksinya manipulasi dalam laporan keuangan.
Pelanggaran-pelanggaran
seakan menjadi titik tolak bagi masyarakat pemakai jasa profesi akuntan publik
untuk menuntut mereka bekerja secara lebih profesional dengan mengedepankan
integritas diri dan profesinya sehingga hasil laporannya benar-benar adil dan
transparan.Hal ini semakin mempengaruhi kepercayaan terhadap profesi akuntan
dan masyarakat semakin menyangsikan komitmen akuntan terhadap kode etik
profesinya.Hal ini seharusnya tidak perlu terjadi atau dapat diatasi apabila
setiap akuntan mempunyai pemahaman, pengetahuan dan menerapkan etika secara
memadai dalam pekerjaan profesionalnya.
Independensi
meliputi kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang
profesional.Hal ini merupakan bagian integritas profesional. Independensi
berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak
lain, tidak tergantung pada orang lain.
Seorang
auditor dalam melaksanakan tugasnya memperoleh kepercayaan
dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan
kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Klien dapat
mempunyai kepentingan yang berbeda, dan mungkin saja bertentangan dengan
kepentingan para pemakai laporan keuangan.Demikian pula, kepentingan pemakai
laporan keuangan yang satu mungkin berbeda dengan pemakai lainnya.Oleh karena
itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang
diperiksa, auditor harus bersikap independen terhadap kepentingan klien,
pemakai laporan keuangan, maupun kepentingan akuntan publik itu sendiri.
Independensi
merupakan sikap mental, yang berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan
dalam mempertimbangkan fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak
memihak di dalam diri akuntan dalam menyatakan pendapatnya.Serta Independensi
merupakan penampilan yang berarti adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik
bertindak independen sehingga akuntan publik harus menghindari faktor-faktor
yang dapat mengakibatkan masyarakat meragukan kebebasannya.Independensi
penampilan berhubungan dengan persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan
publik, serta berpengaruh terhadap loyalitas seorang auditor dalam menjalankan
tugas profesinya.
BAB
2
LANDASAN
TEORI
2.1 Pengertian Etika
Profesi
Akuntansi
Etika
Profesi Akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku perbuatan baik
dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia terhadap
pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan
khusus sebagai Akuntan. Etika (Yunani Kuno: “ethikos“, berarti “timbul dari
kebiasaan”) adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.Secara metodologis, tidak setiap hal
menilai perbuatan dapat dikatakan sebagai etika.Etika memerlukan sikap kritis,
metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi.Karena itulah etika merupakan
suatu ilmu.Sebagai suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia.Akan
tetapi berbeda dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia,
etika memiliki sudut pandang normatif.Maksudnya etika melihat dari sudut baik
dan buruk terhadap perbuatan manusia.
2.2 Prinsip-prinsip
Etika Profesi Akuntansi
1. Tanggung
Jawab
profesi
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Anggota juga harus selalu bertanggungjawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Kepentingan Publik
Dimana
publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit,
pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan
pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan integritas akuntan dalam
memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib. Kepentingan utama profesi
akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa akuntan
dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi sesuai dengan persyaratan etika
yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut.Dan semua anggota
mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik.Atas kepercayaan yang
diberikan publik kepadanya, anggota harus menunjukkan dedikasi untuk mencapai
profesionalisme yang tinggi.Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan
publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan
integritas setinggi mungkin.
3. Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi.Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi.Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
4. Obyektivitas
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi.Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau dibawah pengaruh pihak lain. Anggota dalam praktek publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintah. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk kedalam profesi.Apapun jasa dan kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
ketrampilan. Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan
suatu tingkat pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk
memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan
profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib
melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih
kompeten. Setiap anggota bertanggung jawab untuk menentukan kompetensi masing
masing atau menilai apakah pendidikan, pedoman dan pertimbangan yang diperlukan
memadai untuk bertanggung jawab yang harus dipenuhinya.
6. Kerahasiaan
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya.Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
Setiap Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya, anggota bisa saja mengungkapkan kerahasiaan bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum yang mengungkapkannya.Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antar anggota dan klien atau pemberi jasa berakhir.
7. Perilaku
Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.Kewajiban untuk menjauhi
tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota
sebagai perwujudan tanggung jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga,
anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Standar
Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
obyektivitas.Standar teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota
adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional
Federation of Accountants, badan pengatur, dan pengaturan perundang-undangan
yang relevan.
2.3 Basis Teori Etika
1. Etika
Teleologi
Teleologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu telos yang memiliki
arti tujuan. Dalam hal mengukur baik buruknya suatu tindakan
yaitu berdasarkan tujuan yang akan dicapai atau berdasarkan akibat yang
ditimbulkan dari tindakan yang telah dilakukan.
2. Deontolog
Deontologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu deon yang memiliki arti kewajiban.
Jika terdapat pertanyaan “Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus
ditolak karena buruk?”. Maka Deontologi akan menjawab “karena perbuatan pertama
menjadi kewajiban kita dank arena perbuatan kedua dilarang”. Pendekatan deontologi
sudah diterima oleh agama dan merupakan salah satu teori etika yang penting.
3. Teori
Hak
Dalam
pemikiran moral saat ini, teori hak merupakan pendekatan yang paling banyak
dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.Teori
hak ini merupaka suatu aspek dari teori deontologi karena berkaitan dengan
kewajiban. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat semua manusia
adalah sama. Oleh karena itu, hak sangat cocok dengan suasana pemikiran
demokratis.
4. Teori
Keutamaan ( Virtue )
Dalam
teori keutamaan memandang sikap atau akhlak seseorang.Keutamaan bisa
didefinisikan sebagai disposisi watak yang telah diperoleh seseorang dan
memungkinkan seseorang untuk bertingkah laku baik secara moral.Contoh sifat
yang dilandaskan oleh teori keutamaan yaitu kebijaksanaan, keadilan, suka
bekerja keras dan hidup yang baik.
2.4 Egoisme
Egoisme adalah
cara untuk mempertahankan dan meningkatkan pandangan yang menguntungkan bagi
dirinya sendiri, dan umumnya memiliki pendapat untuk meningkatkan citra pribadi
seseorang dan pentingnya intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini
tidak memandang kepedulian terhadap orang lain maupun orang banyak pada umunya
dan hanya memikirkan diri sendiri
Perbedaan hedonisme dengan egoism :
1. Egoisme
mementingkan diri sendiri ataupun kelompok meskipun orang atau kelompok lain
dirugikan sedangkan hedonisme mementingkan diri sendiri demi kesenangan yang
didapat secara individual.
2. Hedonisme
mengandung sifat egoisme sedangkan egoisme belum tentu mengandung
hedonisme.
3. Hedoisme
timbul dari kodrat manusia yang memang menginginkan suatu kesenangan sedangkan egoism timbul tidak hanya dari psikologis saja tapi bisa dari lingkungan sekitar.
BAB
III
OBJEK
PEMBAHASAN
3.1 SEJARAH BERDIRINYA BANK LIPPO
Sejarah
Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady yang memiliki nama Tionghoa, Lie
Mo Tie membeli sebagian saham di Bank Perniagaan Indonesia milik
Haji Hasyim Ning pada1981. Waktu dibeli, aset bank milik keluarga
Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar. Mochtar sendiri pada
waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia, bank yang didirikan
oleh keluarga Liem Sioe Liong.Ia bergabung dengan BCA
pada 1975 dengan meninggalkan Bank Panin.
Di
BCA, Mochtar mendapatkan share sebesar 17,5 persen saham dan menjadi orang
kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika Mochtar Riady bergabung hanya Rp
12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir 1990 dan ketika
itu aset bank tersebut sudah di atas Rp5 triliun.
Bergabung
dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia bergabung,
aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen menjadi
Rp257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan
perbankan nasional.Ia pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank
Marketing.
Dua
tahun kemudian, pada 1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum
Asia dan semenjak saat itu lahirlah Lippobank.Inilah cikal bakal Grup
Lippo.
BAB
IV
PEMBAHASAN
DAN ANALISIS
Kasus
PT. Bank Lippo Tbk ini berawal dari laporan keuangan Triwulan III tahun 2002
yang dikeluarkan tanggal 30 September 2002 oleh PT. Bank Lippo Tbk, yaitu
terjadi perbedaan informasi atas Laporan Keuangan yang disampaikan ke public
melalui iklan di sebuah surat kabar nasional pada tanggal 28 November 2002
dengan Laporan Keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Dalam
laporan tersebut dimuat adanya pernyataan manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa
Laporan Keuangan tersebut disusun berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang
telah diaudit oleh KAP Prasetio, Sarwoko, Sandjaja (penanggung jawab Drs.
Ruchjat Kosasih) dengan Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.
Penyajian
laporan tersebut dibuat dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited)
dan per 30 september 2001 (unaudited). Dicantumkan, Nilai Agunan Yang Diambil
Alih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 2,393 triliun, total aktiva per
30 September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, Laba tahun berjalan per 30
September 2002 sebesar Rp. 98,77 miliar, dan Rasio Kewajiban Modal Minimum Yang
Tersedia (CAR) sebesar 24,77%.
Pada
Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002, tanggal yang sama
yang disampaikan ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 27 Desember 2002,
ternyata disampaikan laporan yang berbeda. Laporan itu mencantumkan Pernyataan
manajemen PT. Bank Lippo Tbk bahwa Laporan Keuangan yang disampaikan adalah
Laporan Keuangan “audited” yang tidak disertai dengan laporan auditor
independen yang berisi opini Akuntan Publik.
Penyajian
laporan juga dilakukan dalam bentuk komparasi per 30 September 2002 (audited)
dan 30 September 2001 (unaudited). Dicantumkan Nilai Agunan Yang Diambil Alih
Bersih (“AYDA”) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun, total aktiva
per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Rugi bersih per 30 September
2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, dan Rasio Kecukupan Modal Minimum (CAR) sebesar
4,23%.
Dapat
dilihat, bahwa pada tanggal yang sama ditemukan perbedaan. Perbedaan tersebut
baik dalam jumlah AYDA, total aktiva, CAR, bahkan kondisi untung rugi. Atas hal
tersebut, Pada tanggal 6 Januari 2003, Akuntan Publik KAP Prasetio, Sarwoko
& Sandjaja menyampaikan Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30
September 2002 kepada manajemen PT. Bank Lippo.
Dalam
laporan tersebut dikemukakan bahwa Laporan Auditor independen yang berisi opini
Akuntan Publik Drs. Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetio, Sarwoko & Sandjaja
dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian. Laporan Auditor independen tersebut
tertanggal 20 November 2002, kecuali untuk catatan 40a tertanggal 22 November
2002 dan catatan 40c tertanggal 16 Desember 2002
Penyajian
dalam bentuk komparasi per 30 September 2002, 31 Desember 2001 dan 31 Desember
2000. Total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, Nilai Agunan
Yang Diambil Alih Bersih (AYDA) per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,42 triliun,
Rugi bersih per 30 September 2002 sebesar Rp. 1,273 triliun, Rasio Kecukupan
Modal sebesar Rp. 4,23%.
4.1 Saham
Pada
periode yang sama sejumlah broker melakukan transaksi jual dalam jumlah sangat
besar. Ironisnya, pada 14 Februari broker yang sama berbalik melakukan
transaksi beli dalam volume signifikan. Praktik semacam itu menguatkan dugaan
memang terjadi manipulasi laporan keuangan serta insider trading.Dengan
tujuan, manajemen (khususnya pemilik lama) bisa masuk dan menguasai saham
mayoritas bank itu.
Banyak
yang menduga skenario yang mereka inginkan adalah pihak manajemen ingin menawar
saham terbatas (rights issue). Lewat cara itu pemegang saham mayoritas saat
ini, yaitu pemerintah, mau tidak mau harus mengeluarkan banyak uang. Karena
jika tidak dilakukan, kepemilikan sahamnya terdilusi.Ringkas kata, pemilik lama
menginginkan pemerintah merekapitalisasi tahap kedua terhadap bank itu.
4.2 Bank Lippo Menyokong Dana
Kampanye Bill Clinton
Hubungan
erat antara grup Lippo dengan Partai Demokrat AS bermula dari tahun 1976 James
Riady, anak Mochtar Riady si bos Lippo, berangkat ke New York untuk bekerja di
Irving Trust Banking Company di tahun 1975. Tak lama, James Riady pindah ke
Little Rock, Arkansas (kota kelahiran Bill Clinton) di tahun 1976.
Di
Arkansas, James Riady bersama Jack Steven mendirikan Worthen Bank dengan modal awal
US$ 20 juta. Jack Steven, yang disebut-sebut sebagai Godfathernya Arkansas ini
adalah rekan dekat Mochtar Riady. Melalui Jack Steven inilah, James Riady bisa
kenalan dengan Jimmy Carter, Bill Clinton dan sebagainya.
Pada
tahun 1984, James Riady ditunjuk Jack Steven menjadi Direktur Utama
WorthenBank.James Riady pun lalu menunjuk Hillary Clinton sebagai
pengacara Worthen Bank. Disinilah hubungan James Riady dengan pasutri Clinton
merapat
Pada
tahun 1990an, Bill Clinton menyatakan kepada James Riady kalau ia berencana
maju ke pemilu presiden AS. James Riady pun memberitakan kabar tersebut kepada
ayahnya, Mochtar Riady.Mochtar Riady pun langsung memerintahkan James Riady
partisipasi aktif dalam kampanye Bill Clinton. Tak cuma James Riady, seluruh
anggota dan jaringan yang dimiliki Lippo Group pun dikerahkan untuk membantu
kampanye Bill Clinton
Bentuk
sokongan James Riady dan Ted Sioeng pada Bill Clinton – Al Gore adalah
pengumpulan dana kampanye. Fokus dari tim pengumpulan dana kampanye Clinton –
Al Gore yang ditangani James Riady dan Ted Sioeng adalah dari
pengusaha-pengusaha Asia. jumlahnya dana yang dikumpulkan James Riady – Ted
Sioeng untuk Clinton – Al Gore mencapai US$ 7,5 juta.
Secara
pribadi dan perusahaan, keluarga Riady dan Lippo Group mendapat jaringan dan
keleluasaan berbisnis di AS . Indonesia pun mendapat ‘Keringanan bea impor’ ke
AS pada masa Bill Clinton. Karena para pengusaha Tionghoa di Indonesia ikut
menyetor dana ke Clinton, maka mereka melobi kemudahan perdagangan, Tak cuma
Indonesia, RRC pun ikutan memperoleh kemudahan impor produk-produk RRC ke AS
semasa Clinton.
Hasil
kerja LippoGate inilah yang menjadi salah satu pemicu kenapa para pengusaha
Tionghoa Indonesia mulai eksodus ke pasar global.Sejak tahun 1994,
satu per satu para pengusaha besar memindahkan markas besar usahanya ke luar
negeri.Indonesia hanya menjadi tempat beroperasinya alat-alat produksi, tapi
hasil, uang dan keuntungannya semua dibawa ke Singapura dan Hong Kong.Dampak
migrasi dana-dana para pengusaha ini bagi Indonesia??Rupiah mengalami pelemahan
berturut-turut dan menjadi salah satu pemicu krisis moneter Asia.
Ketika
skandal sumbangan Lippo Grup utk kampanye Clinton tsb terbongkar, Partai
Demokrat terpaksa kembalikan hampir US$ 500 ribu. Sementara itu, Muchtar dan
James Riady /Lippo Grup dinyatakan bersalah oleh pengadilan AS atas pelanggaran
UU dana kampanye AS karena terbukti melanggar hukum terkait pemberian sumbangan
dana kampanye Capres PD, Bill Clinton. Keluarga Riady /Lippo Grup dihukum
membayar denda US$ 8.6 juta atau Rp. 86 milyar atas pelanggaran tersebut.
4.3 Pelanggaran Hukum Oleh Bank Lippo
Dari
kronologi kasus yang telah di uraikan di bab sebelumnya atas kasus laporan
keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 september 2002 yang disampaikan ke publik
per 28 november 2002, Bank Lippo telah melakukan pelanggaran pasal 93
Undang-undang Pasar Modal.
Yang
dimana dalam pasal 93 Undang–undang Pasar Modal menyebutkan bahwa setiap pihak
dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang
secara material tidak benar atau menyesatkan sehingga mempengaruhi harga efek
di Bursa Efek apabila pada saat pernyataan di buat atau keterangan diberikan:
- Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan; atau
- Pihak yang bersangkutan tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dan pernyataan atau keterangan tersebut
Unsur-unsur dalam pasal 93 Undang-undang
Pasar Modal tersebut adalah sebagai berikut :
- Tindakan tersebut mempengaruhi harga efek di bursa efek
- Setiap pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan
- Pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material pernyataan atau keterangan tersebut.
Di
dalam kasus PT. Lippo Bank Tbk tersebut mengandung 3 (tiga) unsur dari pasal 93
Undang-Undang Pasar Modal.Pertama, tindakan tersebut mempengaruhi harga Efek di
Bursa Efek.
Dari
fakta menunjukan bahwa tindakan PT. Bank Lippo Tbk dengan memberikan informasi
yang menyesatkan pada laporan keuangan per 30 September 2002 telah menimbulkan
ketidakpastian di masyarakat sehingga mempengaruhi harga Efek
diBursa.Saham PT. Lippo Bank Tbk pun mengalami fluktuasi yang tajam
disebabkan oleh missleading information tersebut.
Terlihat
bahwa akibat laporan keuangan yang diterbitkan tersebut menggerakkan
harga.Bahkan, tidak semata-mata berdampak pada saham PT Bank Lippo, tbk semata,
tetapi juga bursa efek secara keseluruhan.
Kedua,
setiap Pihak dilarang dengan cara apapun, membuat pernyataan atau memberikan
keterangan yang secara material tidak benar atau menyesatkan. Dalam kasus
tersebut ditemukan fakta sebagai berikut bahwa dalam Laporan Keuangan per 30
September 2002 yang diiklankan di media massa pada tanggal 28 November 2002,
Manajemen PT. Bank Lippo Tbk menyatakan bahwa Laporan Keuangan tersebut disusun
berdasarkan Laporan Keuangan Konsolidasi yang telah diaudit oleh KAP Prasetyo,
Sarwoko dan Sandjaja dengan opini Wajar Tanpa Pengecualian.
Akan
tetapi, Hasil pemeriksaan Bapepam menunjukan bahwa laporan keuangan PT. Bank
Lippo Tbk per 30 September 2002 yang diiklankan pada tanggal 28 November 2002
adalah laporan keuangan yang tidak diaudit meskipun angka-angkanya sama seperti
yang tercantum dalam Laporan Auditor Independen. Hal ini menunjukan bahwa
pernyataan atau keterangan yang diberikan oleh pihak manajemen PT. Bank Lippo
Tbk dalam laporan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan.
Ketiga,
pihak yang bersangkutan mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa pernyataan
atau keterangan tersebut secara material tidak benar atau menyesatkan atau
tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan
atau keterangan tersebut.
Pencantuman
kata “audited” pada Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September 2002
membawa implikasi pada perhitungan akun-akun didalamnya yang terlihat baik
namun sesungguhnya bukan keadaan yang sebenarnya. Laporan keuangan yang
disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002 mencatat total aktiva per 30
September 2002 sebesar Rp. 24,185 triliun, laba tahun berjalan sebesar Rp.
98,77 miliar dan CAR sebesar 24,77%.
Sekilas
dengan membaca laporan ini, Investor melihat bahwa kinerja perusahaan berjalan
dengan bagus. Dengan demikian keputusan-keputusan yang diambil investor akan
menguntungkan perusahaan misalnya Investor melakukan pembelian saham Lippo
secara besar-besaran.
Hal
ini tentunya merugikan Investor sebab dengan dasar informasi yang salah maka
keputusan yang diambilnya juga tidak tepat. Keadaan yang sebenarnya adalah
sebagaimana Laporan Keuangan per 30 September yang disampaikan ke BEJ tanggal
27 Desember 2002 yang sudah diaudit oleh KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja
dimana total aktiva per 30 September 2002 sebesar Rp. 22,8 triliun, rugi bersih
sebesar Rp. 1,273 triliun dan CAR sebesar 4,23%.
4.4 Penjelasan Dari Pihak Bank Lippo
Dari
fakta yang telah diuraikan sebelumnya, PT. Bank Lippo Tbk telah dua kali
memberikan penjelasan dan pemaparan kepada publik berkaitan dengan adanya
perbedaan dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang disampaikannya.
Pertama,
dalam pengumuman penjelasan di Harian Investor tanggal 17 Januari 2003. PT Bank
Lippo Tbk menegaskan bahwa Laporan Keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30 September
2002 adalah informasi yang akurat dan benar serta mencerminkan kinerja Bank
Lippo yang sesungguhnya yakni CAR 24,77% dan NPL 9,03%.
Kedua,
dalam paparan publik di Hotel Aryaduta Jakarta tanggal 11 Februari 2003.
Manajemen PT. Bank Lippo Tbk kembali menegaskan bahwa angka-angka yang
disajikan dalam Laporan Keuangan per 30 September 2002 yang telah
dipublikasikan ke media massa pada 28 November 2002 dalam rangka memenuhi
peraturan BI adalah angka-angka yang akurat dan benar serta telah disajikan
sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Pedoman Akuntansi
Perbankan Indonesia (PAPI).
Sementara
itu dilain pihak, Auditor dari laporan keuangan Bank Lippo per 30 September
2002 yakni Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) dalam
penjelasan tertulisnya kepada Bapepam menyatakan bahwa mengaudit satu laporan.
Laporan keuangan itulah yang disampaikan kepada BEJ tanggal 27 Desember 2002.
Dijelaskan bahwa dalam laporan keuangan hasil audit Ernst & Young and
Partner (Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) berbeda dengan laporan konsolidasi
yang dipublikasikan.
Laporan
keuangan yang dipublikasikan tanggal 28 November 2002 menyebutkan aktiva Bank
Lippo sebesar Rp. 24 triliun dan laba bersih sebesar Rp. 28 miliar. Padahal
menurut laporan yang diaudit oleh tim audit dari Ernst & Young and Partner
(Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja) sebagaimana dilaporkan kepada BEJ tanggal 27
Desember 2002 menyebutkan aktiva Rp. 22,8 triliun dan rugi bersih Rp. 1,3
triliun. Dengan demikian terdapat ketidakcocokan antara keterangan yang
diberikan oleh pihak manajemen dengan pihak auditornya.
Dari
uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk
tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan
atau keterangannya dalam laporan keuangan per 30 September 2002 yang
disampaikan ke publik tanggal 28 November 2002.Pihak manajemen dalam
mempublikasikan laporan keuangan tersebut terbukti tidak berkoordinasi terlebih
dahulu dengan pihak auditor Ernst & Young and Partner (Prasetyo, Sarwoko
dan Sandjaja).
Oleh
karena ketiga unsur dalam pasal 93 Undang-undang Pasar Modal telah terpenuhi
maka tindakan pihak manajemen PT. Bank Lippo Tbk dalam memberikan keterangan
atau informasi laporan keuangan per 30 September 2002 yang disampaikan ke
publik merupakan suatu tindakan penyesatan informasi publik (misleading
information). Dengan demikian, memang benar telah terdapat pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh PT. Bank Lippo, Tbk.
4.5 Putusan Atas Kasus Laporan Ganda Bank
Lippo
Sanksi BEJ atas Bank Lippo adalah berupa peringatan keras, selain itu BEJ
mewajibkan Bank Lippo menyerahkan laporan kemajuan (progress report) setiap
minggu sekali mulai 24 Februari sampai keluarnya laporan keuangan auditan tahun
2002.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) pun memberikan sanksi. Dalam siaran
persnya tanggal 17 Maret 2003 mengumumkan pemberian sanksi administratif kepada
Direksi PT. Bank Lippo Tbk berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara
sejumlah Rp. 2,5 miliar. Sedangkan terhadap PT. Bank Lippo Tbk diwajibkan untuk
memberikan penjelasan kepada pemegang saham perihal kekurang hati-hatian yang
telah dilakukan serta sanksi administratif yang diterima oleh PT. Bank Lippo
Tbk dalam Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya.
Pihak yang bertanggung jawab dalam pelanggaran ini adalah Akuntan Publik Drs.
Ruchjat Kosasih dari KAP Prasetyo, Sarwoko dan Sandjaja sebagai penanggung
jawab pemeriksaan atau audit atas laporan keuangan PT. Bank Lippo Tbk per 30
September 2002. Atas kelalaian yang dilakukannya Bapepam menjatuhkan sanksi
administratif berupa kewajiban menyetor uang ke Kas Negara sebesar Rp. 3,5
juta.
BAB
V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kode
etik profesi akuntansi yang telah dilanggar, yaitu :
- Dengan memanipulasi laporan keuangan, secara langsung telah melanggar etika tanggung jawab profesi dan perilaku professional
- Selain itu, melanggar etika kepentingan publik karena telah mengesampingkan kepentingan public
- Kompetensi dan kehati-hatian profesional telah di langgar, karena tidak cukup berhati-hati dalam menentukan kebenaran material dari pernyataan atau keterangannya dalam laporan keuangan per 30 september 2002 yang di sampaikan ke public tanggal 28 november 2002
- Pelanggaran integritas telah dilakukan, ini ditunjukkan dari sikap ketidakjujuran dan tidak berterus terang dengan keadaan keuangan perusahaan yang sebenarnya.
5.2
Solusi
Beberapa
hal yang seharusnya dilakukan oleh manajemen Bank Lippo sehingga tidak terjadi
praktek manajemen laba yang akan menjatuhkan citra perusahaan dan tentu saja
secara makro tidak merugikan perekonomian indonesia khususnya di bidang
perbankan, antara lain :
a. Implementasi Good
Corporate Governance yang baik
Terjadinya
kesalahan terkait kata “diaudit” pada laporan keuangan yang
dipublikasikan, oleh dewan direksi diakui sebagai suatu kelalaian, mereka
menyampaikan alasan bahwa komisaris yang seharusnya memeriksa laporan keuangan
tersebut terlalu sibuk sehingga tidak memperhatikan kata-kata diaudit. Hal ini
juga dipertegas oleh hasil pemeriksaan yang disampaikan melalui siaran pers
pemeriksaan laporan keuangan. Hal ini menunjukkan lemahnya tata kelola
perusahaan sehingga harus dievaluasi.
Kemudian
terkait komposisi dalam jajaran dewan direksi dan komisaris. Seharusnya ada
perwakilan dari pemilik minoritas. Hal ini tentu saja untuk mewujudkan salah
satu prinsip good corporate governance yakni prinsip keadailan.
Bahkan
penetapan komisaris sangat kontradikitf dengan aturan yang melarang komisaris
berasal pemegang saham mayorits atau pengendali. Beberapa prinsip good
corporate governance yang perlu diperhatikan dan diimplementasikan dengan baik
oleh perusahaan antara lain :
Ø Transparancy
Ø Akuntabilitas
Ø Keadilan
Ø Responibilitas.
Prinsip-prinsip
di atas adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk memonitor masalah
kontrak dan membatasi perilaku oppurtunitic managmen untuk melakukan praktek
manajemen laba.
b. Kejelasan kontrak tujuan penilaian
Banyak
opini yang menyayangkan permasalahannya terletak pada hasil penilaian kembali
AYDA oleh penilai independen, terutama mereka yang memiliki latar belakang
sebagai penilai. Menurut mereka, seharusnya ada kejelasan kontrak mengenai
tujuan dari perusahaan menggunakan jasa penilaian darinya. Sehingga tidak
terjadi hal seperti ini yang berakibat buruk bagi perusahaan dan citra profesi
jasa penilai. Seharusnya manajemen memberikan kejelasan tujuan dari penilaian
kepada penilai independen, sehingga konteks dan hasilnya nanti jelas.
Terkait
dengan itu, Ahmadi Hadibroto menyarankan sebaiknya di masa yang akan datang
manajemen diwajibkan untuk menyatakan secara spesifik dan konkrit tujuan dari
penilaian, jangan hanya bersifat himbauan. Hal ini dapandang penting mengingat
begitu signifikannya pengaruh tujuan penilaian terhadap hasil penilaiannya
nanti.
c. Pengawasan yang lebih ketat oleh dewan komisaris
Adanya
laporan yang audited dan unaudit menunjukkan pengawasan yang lemah dari
dewan komisaris yang tugas pokok dan fungsinya adalah dalam hal laporan
keuangan. Adanya perbedaan pernyataan yang terjadi antara laporan keuangan
publikasian dengan yang dikirim ke BEJ merupakan kelalaian dewan komisaris. Hal
itu tidak akan terjadi andai saja dewan komisaris yang proses pemilihannya juga
sudah kontradiktif dengan aturan tidak melakukan kelalaian.
DAFTAR
PUSTAKA
IAI, Standar Profesional Akuntan
Publik/SPAP (Kode Etik Akuntan Indonesia dan Aturan Etika Profesi Akuntan
Publik). Jakarta : Salemba Empat, 2001
No comments:
Post a Comment